Ada beberapa yang menanyakan melalui DM instagram dan facebook kami, yang berbunyi Bagaimana hukum islam tentang jual sesuatu dengan untung tinggi (100% dari harga modal). Karena saat ini pertumbuhan ekonomi indonesia di tahun [tahun] cukup meningkat, terutama dengan menjamurnya bisnis online jual beli.

Bisnis Jual Beli Online

Pada tahun [tahun] ini ternyata bisnis jual beli online cukup tinggi, entah itu dari sisi penjual maupun konsumen. Karenanya menimbulkan pertanyaan baru dari masalah yang ada, diantaranya ialah mengambil keuntungan dalam menjual sesuatu (offline maupun online).

Sebelum kita bahas hukum islam mengambil keuntungan jualan baju online (misalnya), alangkah baiknya kami berikan salah satu contoh mengambil keuntungan banyak dalam berdagang.

Ada sebuah warung makan yang viral karena mengambil keuntungan besar bahkan dikatakan tidak wajar, karena nasi putih dihargai 70 ribu rupiah, pecel lele dihargai 400 ribu rupiau, dan lain sebagainya.

Sebenarnya tidak ada masalah si pedagang mengambil untung seperti itu, namun yang dipermasalahkan ialah adanya unsur penipuan (tidak mencantumkan harga, atau bahkan misal tertulis harga 50 ribu namun penerapan harganya 200 ribu).

Disitulah yang membuat masyarakat panik, karena masyarakat merasa ditipu dan kaget karena warung makan tidak ada daftar harga namun tiba-tiba setelah makan dan akan bayar disodorkan harga selangit.

Dari contoh diatas bisa menjadi catatan bahwa disini bukan hanya pada jual beli online saja, namun jual beli konvensional juga akan tergolong dari hukum islam mengambil keuntungan melebihi 100% dari harga modal.

Hukum Islam Jual Beli

Didalam jual beli apapun bentuk dan jenisnya, ulama memiliki perbedaan pendapat dalam menyikapinya. Ada yang mengambil keuntungan 1/3 nya, ada yang 1/6 nya, ada yang 100%, juga ada yang sesuai dengan harga pada umumnya.

Jual beli itu tidak boleh ada unsur riba, dzolim, dan ghoror (penipuan). Diantara yang disebutkan tersebut ialah mengambil untung diatas harga pasar, ini yang menjadi permasalahan sementara pada pembahasan kita kali ini.

Kami melakukan wawancara terhadap 3 orang putra kyai (berbeda) untuk memperkuat hasil, yaitu :

  1. Gus Bujairomi Ahda (pondok pesantren Hasyim Asyari, Tegal)
  2. Gus Ali Fikri (pondok pesantren al-rizki, babakan, Tegal)
  3. Gus Amiq Fuadi (pondok pesantren al-abror, yomani, lebaksiu, Tegal)

Gus Ahda menceritakan ketika Rasulullah memperoleh laba (keuntungan) dari jual beli kambing sebesar 100%.

Nabi memberikan urwah (uang satu dinar) kepada seorang pemuda, kemudian pemuda itu disuruh untuk membeli seekor kambing dari uang satu dinar tersebut.

Kemudian pemuda itu pergi mencari kambing untuk dibeli, ternyata pemuda itu menemukan penjual kambing yang menjual dengan harga murah, Uang satu dinar itu bisa untuk membeli dua ekor kambing.

Kemudian pemuda itu pergi membawa dua ekor kambing itu, namun dijalan pemuda itu menjual kepada orang dengan harga satu ekor kambing ialah satu dinar. Rupanya orang tersebut mau dan akhirnya membayar satu dinar, kemudian pemuda itu datang lagi ke Rasulullah dengan membawa uang satu dinar dan satu ekor kambing.

Rasulullah SAW yang mengetahui kabar tersebut justru mendoakan pemuda tersebut agar jual belinya mendapat berkah, kemudian Rasulullah berkata ke pemuda itu “jika uang jual beli tersebut dibelikan tanah maka akan mendapat keuntungan juga”

Dari riwayat Imam Bukhari yang diceritakan oleh Gus Ahda tersebut bisa kita simpulkan bahwa Nabi Muhammad tidak melarang kita mengambil keuntungan besar, karena si pemuda tersebut mendapat untung 100% pun Nabi tidak mempermasalahkan.

Karena dalam jual beli memang tidak ada batasan, mau mengambil 1000x lipat pun jika si pembeli senang, tidak ada penipuan, informasi jelas maka itu sah saja.

Jika gus Ahda mencontohkan jual beli kambing yang untung 100%, gus Fikri babakan juga memberikan gambaran sebagai berikut.

“Ndak masalah ambil untung 2x lipat, wong ambil 50x lipat kalau sama-sama ridho dan tidak ada unsur tipu muslihat itu boleh.”

“Contoh saya tahun 2008 beli vespa seharga 6 juta rupiah, vespa tersebut selalu saya rawat dan hingga tahun [tahun] ini masih terlihat bagus. Namun saya sedang butuh uang dan menjual vespa tersebut seharga 200 juta rupiah, apakah itu tidak boleh? Tentu saja boleh”

“Selama barang yang saya jual itu memang kondisinya ya seperti itu, apa adanya tidak ada yang ditutup-tutupi. Lalu disisi pembeli juga jika senang dan mau membayari, tentu saja tidak masalah, namanya hobi”

Dari gambaran yang diberikan oleh gus fikri babakan, kita bisa menerima yang dibayangkan seperti itu. Karena dimasyarakat memang seperti itu sudah berjalan (berlaku), sampai saat ini pun tidak ada yang mempermasalahkan hal ini.

Berbeda dari gus Ahda dan gus Fikri, gus Amiq Fuadi lebih berhati-hati dalam menyikapi akan hukum islam mengambil keuntungan jual beli. Karena jika salah fatwa, maka bisa menjadi hal yang buruk.

Maka dari itu Gus Amiq menunjukkan kitab ( الفتوحات الالهية ) pada juz 1 halaman 227, yang intinya harus berpegang pada ketentuan sebagai berikut :

– Barangnya jelas
– Informasi barang jelas
– Tidak ada unsur riba
– Tidak ada unsur penipuan
– Sama-sama ridlo

Sebagian ulama memperbolehkan mengambil keuntungan diatas 100% dengan dasar واحل الله البيع وحرم الربا.

Allah memperbolehkan berniaga (jual beli) dan allah mengharamkan riba, berarti selama perdagangan tersebut tidak ada unsur riba maka bisa dikatakan boleh.

Tabirnya

وعبارته كما فى الفتوحات الالهية : 1/227 : وأحل الله البيع وحرم الربا. يعنى وأحل الله لكم الأرباح فى التجارة بالبيع والشراء وحرم الربا الذى هو زيادة فى المال لأجل تأخير الأجل. إهــــ

وفى إحكام الأحكام شرح عمدة الاحكام : 3/178 ما نصه : وقال البغوى فى شرح السنة : قيل معناه (أى لاربح ما لم يضمن) أن الربح كل شيئ إنما يحل إن لو كان الخسران عليه. فإن لم يكن الخسران عليه كالبيع قبل القبض إذا تلف فإن ضمانه على البائع. ولا يحل للمشترى أن يسترد منافعه التى انتفع بها البائع قبل القبض. لأن المبيع لم يدخل بالقبض فى ضمان المشترى فلا يحل له ربح المبيع قبل القبض. إهـ

وفى يسألونك فى الدين والحياة : 5/285 ما نصه : سؤال : سمعت أن الدين يحرم الربح الفاحش. فما حدود هذا الربح الفاحش ؟ الجواب : قال الله تعالى وأحل الله البيع وحرم الربا. ومعنى ذلك أن التجارة مباحة، بل ورد فى شأنها ما يحث عليها وينوه بشأنها. فجاء الحديث النبوى الذى يقول : تسعة أعشار الرزق فى التجارة. والمقصود من التجارة هو الربح وما دام الدين قد أباح التجارة فإن ذلك يتضمن إباحة المقصود من ورائها وهو الربح. ولكن الدين ينهى عن الربح الفاحش وهو الذى يزيد عن الحد المعروف المألوف بين عامة الناس. وقد اختلفوا فى تقدير هذا الحد. فقال بعضهم : إن الربح غير الفاحش أو الذى لاغبن فيه ولا ظلم هو ما كان فى حدود الثلث. وبعضهم قال : هو ما كان فى حدود السدس. وقال بعضهم : إن الحد المنقول فى ذلك المجال هو ما جرت به العادة. والمراد عادة المسلمين العقلاء المنصفين. إهــ

وقال الغزالى فى الاحياء علوم الدين : 2/81 : فينبغى أن لا يبغن صاحبه بما لايتغابن به فى العادة. فأما أصل المغابنة فمأذون فيه لأن البيع للربح، ولا يمكن ذلك إلا بغبن ما. ولكن يراعى فيه التقريب. فإن بذل المشترى زيادة على الربح المعتاد إما لشدة رغبته أو لشدة حاجته فى الحال إليه فينبغى أن يمتنع من قبوله. فذلك من الإحسان. ومهما لم يكن تلبيس لم يكن أخذ الزيادة ظلما. إهــ

وفى حاشية الجمل على المنهاج : 3/83 ما نصه : وعن بيعتين فى بيعة. رواه الترمذى وغيره وقال حسن صحيح. كبعتك هذا بألف نقدا أو بألفين لسنة. فخذه بأيهما شئت أو أشاء. وعدم الصحة فيه للجهل بالعوض. (قوله بألفين فى سنة) والفاء وثم مثل لو. إهــ برماوى. وهذا بخلاف ما لو قال بألف نقدا وألفين إلى سنة لو زاد على ذلك فخذ بأيهما شئت إلخ. ففى شرح العباب : إن الذى يتجه البطلان وإن تردد فيه الزركشى لأن قوله فخذه إلخ مبطل لإيجابه. فبطل القبول المرتب عليه. إهــ فليتأمل إهــ سم على حج إهــ ع ش عليه.

Sumber (الفتوحات الالهية)

Kesimpulan Hukum Jual Beli

Pada akhir pembahasan ini dapat kami simpulkan bahwa sebenarnya tidak ada batasan berapa kita mengambil untung, atau tidak boleh melebihi harga tertentu (misalnya).

Karena sebagai penjual boleh menjual barang dengan harga berapapun, namun kita sebagai warga negara yang baik maka harus melihat disisi nilai masyarakat.

Maksudnya, jika barang yang dijual adalah sandal japit (misalnya) harga pasar ialah Rp.15.000,- namun ternyata dijual seharga Rp.500.000.000,- maka itu sudah tidak wajar.

Juga satu piring nasi putih yang warung pada umumnya dihargai 3 ribu hingga 10 ribu, ternyata warung lesehan pinggir jalan menghargai itu sebesar 70 ribu rupiah, itu juga tidak wajar. Ditambah lagi tidak ada informasi harga pada warung tersebut, ini membuat masyarakat yang membeli merasa dijebak dan menjadi korban penipuan.

Semoga dengan adanya tulisan ini menjadikan pengetahuan dan pelajaran kepada kita semua agar selalu berhati-hati dalam membeli sesuatu. Dan juga menjadikan informasi kepada para penjual agar selalu memberikan informasi lengkap sesuai barang yang dijual agar tidak ada yang merasa ditipu. Wallahu a’lam.